laporan praktikum penentuan kadar tembaga secara iodometri
PERCOBAAN
3
(PENENTUAN
KADAR TEMBAGA SECARA IODOMETRI)
1.
Tujuan
Percobaan
a. Mempelajari
teknik titrasi yang benar dan akurat.
b. Melakukan
titrasi iodometri untuk penentuan kadar tembaga.
c. Menentukan
kadar tembaga dalam sampel tembaga sulfat hasil sintesis.
2.
Tori
Dasar
Titrasi
merupakan suatu proses analisis dimana
suatu volum larutan standar ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan
mengetahui komponen yang tidak dikenal. Iodometri adalah bahan pengoksidasi
yang mengoksidasi Kalium iodida (KI) dalam suasana asam, sehingga Iod yang
dibebaskan kemudian ditentukan dengan menggunakan larutan baku Natrium
tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar Tembaga (II) sulfat (Harjadi, 1993:112
dan 212)
Ion
Cu2+ di dalam larutan dapat ditentukan dengan berbagai metode titrasi.
Salah satunya adalah dengan titrasi iodometrl. Pada titrasi iodometri, ion Cu2+
pertama-tama direduksi dengan ion iodida
berlebih menurut reaksi.
2Cu2+(aq) + 4I- (aq) → 2CuI (s) +
I2(aq)
Spesi
I2 yang terbentuk memiliki kelarutan yang kecil dalam air, tetapi
kelarutan I2 akan meningkat jika di dalam larutan terdapat kelebihan
iodida yang dapat membentuk spesi I3-
dengan I2. I2 yang dihasilkan pada reaksi (1) kemudian
dititrasi dengan ion tiosulfat
menggunakan indikator kanji menurut reaksi
2S2O32-(aq)
+ I2(aq) → 2I-(aq)
+ S4O62-(aq)
Molekul
p-amilose pada larutan kanji akan berinteraksi dengan I2 sehingga
terbentuk warna biru. Jika seluruh molekul I2 telah bereaksi dengan
ion tiosulfat, warna biru larutan akan hilang yang menandakan titik akhir
titrasi telah tercapai. Titrasi I2 harus dilakukan sesegera mungkin
karena I2 mudah menguap dan juga mudah bereaksi dengan senyawa-senyawa
organik. Disamping itu, ion iodida dapat bereaksi dengan oksigen di udara
menurut reaksi
2I-(aq)
+O2(g) +4H+(aq) → I2(aq) + H2O(l)
Reaksi
tersebut dapat mengubah konsentrasi I2
yang terdapat di dalam larutan. Sebelum digunakan
untuk titrasi, larutan tiosulfat dibakukan dengan larutan standar dikromat. Larutan
standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara pasti.
Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi larutan standar
primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan
standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan
kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa - volum larutan). Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan
menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif rendah
sehingga konsentrasi diketahui dari hasil
standardisasi (Underwood, 1998).
Pada
proses pembakuan ini, di dalam labu titrasi ion dikromat direaksikan dengan
iodida berlebih menurut reaksi
Cr2O72-aq)
+ 14H+(aq) + 6I-(aq) → 2Cr3+(aq) + 3I2(aq)
+ 7H2O(l)
Kelebihan
I2 kemudian dititrasi dengan larutan tiosulfat menurut reaksi (2)
dengan indikator kanji.
3.
Alat
dan Bahan
Alat
|
Bahan
|
Labu takar 250 mL
Pipet volum 25 mL
Gelas kimia 500 mL
Labu titrasi 250 ml
Gelas ukur 10 mL
|
Larutan Na2S2O3
0,5 M
Padatan K2Cr207
Larutan Kl 10%
Larutan HCI 1:1
Larutan kanji 0,2%
Larutan H2SO4 2 M
|
4.
Prosedur
Kerja
Bagian 1:
Pembuatan larutan reagen
Berikut
larutan-larutan reagen yang harus disiapkan.
a. Larutan
Na2S2O3 0,5 M sebanyak 250 mL
b. Larutan
KI 10% sebanyak 100 mL
c. Larutan
HCI 1:1 sebanyak 100 mL
d. Larutan
kanji 0,2% sebanyak 50 mL
e. Larutan
H2SO4 2 M sebanyak 25 mL
Bagian 2:
Pembakuan larutan Na2S2O3
a. Ukur
larutan Na2S2O3 0,5 M sebanyak 40 mL, masukkan
ke dalam gelas kimia 300 mL
b. Encerkan
larutan tersebut dengan aqua dm hingga 200 mL.
c. lsi
buret dengan larutan Na2S2O3.
d. Timbang
dengan tepat padatan K2Cr2O7 (0,5-0,6 gram),
kemudian larutkan dalam labu takar 100
mL.
b. Pipet
25 mL larutan K2Cr2O7, masukkan ke dalam labu
Erlenmeyer dan tambahkan 10 mL larutan
KI 10%, 10 mL HCI 1:1 dan sedikit aqua dm.
c. Titrasi
dengan larutan Na2S2O3 sampai warna coklat I2,
hampir hilang.
d. Tambahkan
2 mL larutan amilum 0,2%.
e. Titrasi
kembali dengan larutan Na2S2O3 sampai warna
biru tepat hilang dan terlihat warna
hijau.
f. Lakukan
duplo.
g. Hitung
konsentrasi larutan Na2S2O3 dengan tepat.
Bagian 3:
Penentuan kadar tembaga dalam sampel
a.
Timbang dengan tepat
sampel tembaga yang telah disintesis sebelumnya (2,7 -3,0gram), kemudian encerkan ke dalam
labu takar 100 mL.
b. Pipet
25 mL larutan tersebut ke dalam labu Erlenmeyer.
c. Tambahkan
10 mL larutan Kl 10% dan 10 mL larutan H2SO4 2 M.
d. Titrasi
dengan larutan Na2S2O3 sampai warna coklat I2
hampir hilang.
e. Tambahkan
2 mL larutan amilum 0,2%.
f. Lanjutkan
titrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai terlihat
endapan putih susu. Lakukan duplo.
g. Hitung
kadar tembaga yang terdapat dalam sampel.
5.
Data
Pengamatan
Bagian
1: Pembakuan larutan Na2S2O3.
Titrasi
|
Volume K2Cr2O7
(mL)
|
V Na2S2O3(mL)
|
I
|
25
|
25,7
|
II
|
25
|
25,5
|
Rata-rata
|
25
|
25,6
|
Bagian
2: Penetuan kadar Cu dalam CuSO4.5H2O hasil sintesis
Titrasi
|
V CuSO4 (mL)
|
V Na2S2O3
(mL)
|
I
|
25
|
29,2
|
II
|
25
|
29,4
|
Rata-rata
|
25
|
29,3
|
6.
Perhitungan
Pembuatan
larutan Na2S2O3 0,5 M sebanyak 100 mL
M=
x 


0,5
M =
x 


= 12,405 gram (yang ditimbang
12,4013 gram)
Pengenceran Na2S2O3
0,5 M untuk dibakukan.
M1
V1 = M2 V2
(0,5
M) (V1) = (0,1 M)(250mL)
V1= 50 mL
(maka
50 mL Na2S2O3 0,5 M ditambahkan aquades sampai
volume 250 mL)
Pembuatan KI 10%
sebanyak 100 mL
10
gram KI dilarutkan dalam labu ukur 100 mL sampai tanda batas.
Pembuatan HCl
1:1 sebanyak 100 mL
50
mL HCl/p + 50 mL aquades
Pembuatan H2SO4
2 M sebanyak 150 mL
ρ = 1,86 g/mL % H2SO4 = 96%
M
= 

M
= 

M
= 17,22 M
M1
V1 = M2 V2
(17,22
M) (V1) = (0,1 M) (150mL)
V1= 17,42 mL
Reaksi yang
terjadi dan perhitungannya
v Cr2O72-aq)
+ 14H+(aq) + 6I-(aq) → 2Cr3+(aq) + 3I2(aq) + 7H2O(l)
Massa K2Cr2O7
yang ditimbang = 0,5057 gram
Mr K2Cr2O7 =
294,2 gram/mol
Mol K2Cr2O7
= 

= 

= 1,7188 x 10-3
mol x 25/100 = 4,297 x 10-4 mol
Mol I2 = 3 x mol Cr2O72-
= 3 x 4,297
x 10-4 mol
= 1,2892 x 10-3 mol
Penentuan Konsentrasi Na2S2O3
v 2S2O32-(aq)
+ I2(aq) → 2I-(aq)
+ S4O62-(aq)
Mol Na2S2O3
= 2 x mol I2
= 2 x 1,2892 x 10-3 mol
= 2,5783 x 10-3 mol
M Na2S2O3
=

=


=
0,1007 mol
Penentuan Kadar
Cu dalam sampel
v 2Cu2+(aq) + 4I- (aq) → 2CuI (s) +
I2(aq)
Mol Na2S2O3
= M Na2S2O3 x
V rata-rata untuk titrasi CuSO4.5H2O
= 0,1007 M
x 0,0293 L
= 2,9509 x 10-3 mol
Mol I2 =
x mol S2O32-

=
x 2,9509 x 10-3 mol

= 1,4755 x 10-3 mol
Mol Cu2+ = 2 x mol I2
= 2 x 1,4755
x 10-3
= 2,9509 x 10-3 mol
x 100/25
= 0,0118 mol
Massa Cu
= mol Cu x Mr Cu
= 0,0118 mol x 63,55 gram/ mol
=
0,7501 gram
Menghitung massa
teoritis tembanga dalam 2,9995 gram CuSO4.5H2O
Massa
Cu =
massa CuSO4.5H2O

=
x 2,9995 gram

= 0,7638 gram
Rendemen
Cu =
x 100%

=
x 100%

= 98,2 %
7.
Pembahasan
Percobaan
ini bertujuan untuk mempelajari teknik titrasi yang benar dan akurat dan melakukan
titrasi iodometri untuk penentuan kadar tembaga. Sedangakan tujuan utama dalam
percobaan ini yaitu, menentukan kadar tembaga dalam sampel tembaga sulfat hasil
sintesis. Titrasi iodometri merupakan reaksi yang menyangkut reaksi:
I2
+ 2e → 2I-
Proses
titrasi iodometri dalam percobaan ini adalah titrasi tidak langsung, dimana KI
digunaka sebagai reduktor untuk mereduksi analat, sehingga membetuk I2
bebas, I2 bebas kemudian dititrasi dengan oleh larutan baku Na2S2O3.
Sedangkan titrasi langsung adalah titrasi dimana larutan baku I2 dipakai
sebagai titrat atau titran untuk mengoksidasi analat (Harjadi, 1993: 125). Setelah
pembuatan larutan baku Na2S2O3, kemudian
dibuat larutan dikromat (K2Cr2O7) dan larutan
sampel CuSO4.5H2O.
![]() |
Gambar
7.1 Larutan Na2S2O3, larutan K2Cr2O7, dan
larutan CuSO4.5H2O
Berikut akan dibahas secara terperinci semua
prosedur praktikum dan hasil yang didapatkan.
a.
Pembakuan Larutan Na2S2O3
dengan Larutan Baku KIO3
Pada percobaan ini langkah pertama yaitu membakukan larutan
Na2S2O3, tujuan
pembakuan dilakukan karena kestabilan larutan mudah dipengaruhi oleh pH
rendah, sinar matahari, dan terutama adanya bakteri yang memanfaatkan S.
Bakteri dapat menyebabkan S2O32- menjadi SO32-,
SO42-, dan endapan S. Maka dari itu pembuatan larutan
hendaknya dipakai air yang sudah mendidih untuk menghilangkan aktivitas bakteri
tersebut (Harjadi, 1993: 214).
Larutan tiosulfat
dibakukan dengan larutan standar dikromat. Pada proses pembakuan ini, di dalam
labu titrasi ion dikromat direaksikan dengan iodida berlebih menurut reaksi
Cr2O72-aq)
+ 14H+(aq) + 6I-(aq) → 2Cr3+(aq) + 3I2(aq)
+ 7H2O(l)
Kelebihan
I2 kemudian dititrasi dengan larutan tiosulfat. Natrium tiosulfat merupakan suatu zat pereduksi, dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
2S2O32-(aq)
+ I2(aq) → 2I-(aq) + S4O62-(aq)
Fungsi
penambahan asam sulfat dalam larutan standar
dikromat adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium
dikromat dan kalium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman
rendah.
Indikator yang digunakan dalam
proses standarisasi ini adalah indikator amilum 1%. dan terjadi perubahan
pada larutan dari warna biru menjadi warna hijau. Warna hijau menandakan Cr3+
sudah benar-benar terbentuk. Amilum dengan I2 membentuk suatu
kompleks berwarna biru tua yang sangat jelas walaupun I2 sedikit
sekali. Penambahan amilum yang dilakukan
saat mendekati titik akhir titrasi (bila iod sudah tinggal sedikit yang
tampak dari warnanya yang kuning muda) dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod
karena akan menyebabkan sukar lepas kembali. Hal ini akan berakibat warna biru
sulit hilang sehingga titik akhir titrasi tidak kelihatan tajam sekali. Proses
titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2
yang mudah menguap dan juga mudah bereaksi dengan
senyawa-senyawa organik. Disamping itu, ion iodida dapat bereaksi dengan
oksigen di udara menurut reaksi.
2I-(aq)
+O2(g) +4H+(aq) → I2(aq) + H2O(l)
Volume rata-rata Na2S2O3
yang digunakan untuk melakukan titrasi yaitu 25,6 ml. Dari hasil perhitungan
diketahui besarnya konsentrasi natrium thiosulfat yang digunakan sebagai larutan
baku standar sebesar 0,1007 M. yang perlu diperhatikan dalam penentuan
konsentrasi natrium thiosulfat yaitu aliquot dan faktor pengenceran, agar
perhitungan penentuan konsentrasi larutan ini tidak salah (untuk lebih jelas
lihat perhitungan).
![]() |
Gambar 7.2 Perubahan-perubahan warna pada titrasi pembakuan
larutan Na2S2O3
Keterangan:
1. Warna larutan K2Cr2O7
setelah penambahan asam dan KI
2. Warna larutan ketika hampir mencapai
titik akhir titrasi.
3. Warna larutan ketika hampir mencapai
titik akhir titrasi, ditambahkan amilum
4. Warna larutan pada saat titik akhir
titrasi
b.
Penentuan Kadar Cu2+ dengan Larutan Baku Na2S2O3
Setelah dibakukan dan didapatkan konsentrasi dari larutan Na2S2O3 maka
larutan tersebut kemudian dapat digunakan untuk menentukan kadar tembaga
didalam sampel. Sampel yang bersifat oksidator akan direduksi oleh KI
(kalium iodida) secara berlebih dan akan menghasilkan I2 (Iodium) yang selanjutnya akan di titrasi
oleh Na2S2O3 (natrium thiosulfat) yang telah di ketahui konsentrasinya di atas.
Pada penentuan kadar Cu dengan larutan baku Na2S2O3 akan
terjadi beberapa perubahan warna larutan sebelum titik akhir titrasi. Pada
larutan sampel CuSO4.5H2O juga digunakan reagen asam yang
telah dijelaskan fungsinya dipembahasan sebelumnya. Tembaga murni dapat
digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat dan direkomendasikan
jika thiosulfat harus digunakan untuk menetapkan tembaga. Potensial
standar pasangan Cu(II) – Cu(I) adalah +0,15 V dan karena itu iod merupakan
pengoksidasi yang lebih baik dari pada ion Cu(II). Tetapi bila ion iodida
ditambahkan ke dalam larutan Cu(II) akan terbentuk endapan Cu(I).
2Cu2+ + 4I- →
2CuI(s) + I2
Penentuan kadar Cu2+ dalam larutan dengan bantuan
larutan natrium tiosulfat yang dilakukan melarutkan 2,9995 gram sampel CuSO4.5H2O
hingga 100 mL dan mengambil 25 mL hasil pelarutan tersebut untuk ditambahkan
dengan larutan KI 10% dan menitrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat
hingga larutan yang semula berwarna coklat tua menjadi larutan yang berwarna
kuning muda (menandakan I2 tinggal sedikit lagi, dan akan tercapai titik akhir
titrasi. Kemudian larutan tersebut ditambahkan dengan 2 mL larutan amilum
1 % menghasilkan larutan yang semula berwarna kuning muda menjadi biru tua,
Penambahan indikator amilum 1% ini dimaksudkan agar memperjelas perubahan warna
yang terjadi pada larutan tersebut. kemudian larutan tersebut dititrasi kembali
dengan larutan natrium tiosulfat hingga warna biru pada larutan tepat
hilang. Untuk lebih memperjelas terjadinya reaksi tersebut, ke dalam
larutan ditambahkan amilum. Bertemunya I2 dengan amilum ini
akan menyebabakan larutan berwarna biru kehitaman. Selanjutnya titrasi
dilanjutkan kembali hingga warna biru hilang dan menjadi putih keruh.
I2 + amilum →I2-amilum
I2-amilum + 2S2O32-
→
2I- + amilum + S4O6-
![]() |
Gambar 7.3 Perubahan-perubahan warna
titrasi larutan sampel CuSO4
Keterangan:
1. Warna larutan CuSO4
setelah penambahan asam dan KI
2. Warna larutan ketika hampir mencapai
titik akhir titrasi.
3. Warna larutan ketika hampir mencapai
titik akhir titrasi, ditambahkan amilum
4. Warna larutan pada saat titik akhir
titrasi
Dari hasil pengamatan dan perhitungan, didapatkan jumlah
volume titrasi larutan natrium tiosulfat yang dibutuhkan untuk merubah larutan
dari warna coklat tua menjadi kuning muda dan akhirnya menjadi putih susu yaitu
29,3 mL. Dari hasil perhitungan diperoleh massa tembaga pada larutan sampel
sebesar 0,7501 gram dan persen rendemen adalah sebesar 98,2 %. Menurut
Dinararum dan Sugiarso, (2013:1) menyatakan bahwa batas recovery atau rendemen yang
baik adalah 95%-105%. Maka hasil ini menunjukkan hasil yang baik.
Selanjutnya
untuk membuktikan pengaruh penggunaan Na2CO3 maka dalam kelompok praktikum
yang semua anggotanya berjumlah 6 orang dan setiap anggota kelompok melakukan
pekerjaan dan prosedur yang sama, maka ingin dibuktikan dengan cara sebagian
dari anggota kelompok (2 praktikan) tidak menggunakan tambahan bahan Na2CO3 pada pembuatan larutan standart
Na2S2O3. Namun dari hasil yang didapatkan 1
orang pratikan mendapat persen rendemen diatas 100% dan 1 pratikan lainnya
mendapat persen rendenmen dibawah 100%. Karena dari hasil tersebut tidak dapat
diambil kesimpulan mengenai efektifitas penggunaan Na2CO3. Namun
dari 4 pratikan lainnya yang masih dalam 1 kelompok, mendapatkan hasil yang
bagus untuk kadar tembaga dan persen rendemen yaitu berada pada rentang
95%-100% sehingga dapat dijelaskan bahwa penggunaan Na2CO3 sangat
diperlukan dalam pembuatan larutan baku Na2S2O3,
yang fungsinya dijelaskan pada subbab berikut.
c.
Gangguan
atau sumber kesalahan titrasi.
Dalam proses
titrasi iodometri ini terdapat beberapa sumber kesalahan titrasi yaitu.
a. Kesalahan
oksigen. Oksigen diudara menyebabkan hasil titrasi terlalu tinggi karena dapat
mengoksidasi ion iodida menjadi I2 juga sebagai berikut,
2I-(aq) +O2(g)
+4H+(aq) → I2(aq) + H2O(l)
Bila
perlu reaksi dengan oksigen dapat dicegah dengan menambahkan Na2CO3
kedalam larutan titran, CO2 yang terjadi akan mengusir oksigen dari
wadah (karena CO2 lebih berat) dan mencegah kontak O2
dengan larutan, hal ini tujuan
penambahan Na2CO3 pada percobaan ini.
b. Pada
pH tinggi muncul bahaya lain yaitu, bereaksinya I2 yang terbentuk
denan air.
c. Diatas
sudah disebutkan bahaya kesalahan karena pemberian amilum terlalu awal.
(Harjadi, 1993: 215).
d.
Perbandingan
Titrasi Iodometri dan Titrasi lainnya.
Dalam
percobaan ini digunakan titrasi iodometri, maka untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan dari metode ini, maka dapat dilihat perbandingan metode titrasi ini
dengan titrasi lainnya. Maka pada pembanding dari titrasi iodomertri ini adalah
titrasi kompleksometri.
Iodimetri adalah
oksidasi kuantitatif dari senyawa pereduksi dengan menggunakan iodium. Iodimetri
metode residual (titrasi balik), bahan pereduksi dioksidasi dengan larutan baku
iodium dalam jumlah berlebih, dan kelebihan iod akan dititrasi dengan larutan
baku natrium tiosulfat. Iodometri adalah bahan pengoksidasi yang mengoksidasi
Kalium iodida (KI) dalam suasana asam, sehingga Iod yang dibebaskan kemudian ditentukan
dengan menggunakan larutan baku Natrium tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar
Tembaga (II) sulfat (Harjadi,1993. 212)
Sedangkan
titrasi kompleksometri adalah Titrasi kompleksometri ialah suatu
titrasi berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks antara ion logam dengan
zat pembentuk kompleks (Underwood, 1998). Menurut Khopkar (2000), titrasi
kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion
kompleks atau garam yang sukar mengion). Kompleksometri merupakan jenis titrasi
dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks.
Kelebihan titrasi iodometri
yaitu perhitungan yang tidak terlalu rumit. Kekurangan titrasi iodometri (a) Oksidasi oleh oksigen atmosfer
pada reaksi oksidasi KI dalam medium asam kuat, dapat menghasilkan nilai titer
yang salah sehingga menyebabkan kesalahan estimasi/perkiraan. (b) Diperlukan
standarisasi titran yang tidak efesien secara waktu (c) Tidak semua ion logam
dapat analisa dengan metode ini. Sedangkan kelebihan
titrasi kompleksometri hampir semua ion logam telah dilaporkan dapat dianalisa
berdasarkan titrasi kompleksometri ini. Kekurangan
titrasi kompleksometri perhitungan kadar logam dari sampel yang terlalu rumit
8.
Kesimpulan
Berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan dan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan
bahwa:
a. Titrasi
dapat dilakukan dengan akurat dan benar apabila memperhatikan pemakaian
indikator warna untuk titrasi dan warna yang dilihat pada saat tercapai titik
akhir titrasi.
b. Titrasi
iodometri dilakukan untuk menentukan kadar tembaga dengan prinsip reaksi oksidasi reduksi
dimana sampel yang bersifat oksidator yang direduksi dahulu dengan KI, lalu I2
yang dibebaskan ditentukan jumlahnya dengan cara titrasi menggunakan larutan
baku Na2S2O3 0,1 M dalam suasana asam, dengan
menggunakan indikator larutan kanji dimana titik akhir titrasi titrasi ditandai
dengan perubahan warna larutan dari biru keruh menjadi putih susu.
c. Kadar tembaga dalam sampel yang
didapatkan dari hasil percobaan yaitu sebesar
yaitu sebesar 0,7501 gram dan rendemen sebesar 98,2%..
9.
Daftar
Pustaka
Dinararum,
R. R dan Sugiarso R. D. 2013. Studi Gangguan Krom (III) pada Analisa Besi
dengan Pengompleks 1,10-fenantrolin pada pH 4,5 secara Spektrofotometri
UV-Tampak. Jurnal Sains Dan Seni Pomits:
1(1), 1-6
Harjadi,
W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT.
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Hal. 122-123, 212-215.
Khopkar, S. M. 2008. Konsep Dasar
Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Underwood, A.L.
dkk. 1998. Analisis Kimia
Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta: Erlanggga
Komentar
Posting Komentar