laporan praktikum penentuan kadar tembaga secara iodometri

PERCOBAAN 3
(PENENTUAN KADAR TEMBAGA SECARA IODOMETRI)

1.    Tujuan Percobaan
a.    Mempelajari teknik titrasi yang benar dan akurat.
b.    Melakukan titrasi iodometri untuk penentuan kadar tembaga.
c.    Menentukan kadar tembaga dalam sampel tembaga sulfat hasil sintesis.

2.    Tori Dasar
Titrasi merupakan suatu proses  analisis dimana suatu volum larutan standar ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak dikenal. Iodometri adalah bahan pengoksidasi yang mengoksidasi Kalium iodida (KI) dalam suasana asam, sehingga Iod yang dibebaskan kemudian ditentukan dengan menggunakan larutan baku Natrium tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar Tembaga (II) sulfat (Harjadi, 1993:112 dan 212)
Ion Cu2+ di dalam larutan dapat ditentukan dengan berbagai metode titrasi. Salah satunya adalah dengan titrasi iodometrl. Pada titrasi iodometri, ion Cu2+ pertama-tama  direduksi dengan ion iodida berlebih menurut  reaksi.
2Cu2+(aq)  + 4I- (aq) →  2CuI (s) +  I2(aq)
Spesi I2 yang terbentuk memiliki kelarutan yang kecil dalam air, tetapi kelarutan I2 akan meningkat jika di dalam larutan terdapat kelebihan iodida yang dapat membentuk spesi  I3- dengan I2. I2 yang dihasilkan pada reaksi (1) kemudian dititrasi dengan ion  tiosulfat menggunakan indikator kanji menurut reaksi
2S2O32-(aq) +  I2(aq) → 2I-(aq) + S4O62-(aq)
Molekul p-amilose pada larutan kanji akan berinteraksi dengan I2 sehingga terbentuk warna biru. Jika seluruh molekul I2 telah bereaksi dengan ion tiosulfat, warna biru larutan akan hilang yang menandakan titik akhir titrasi telah tercapai. Titrasi I2 harus dilakukan sesegera mungkin karena I2 mudah menguap dan juga mudah bereaksi dengan senyawa-senyawa organik. Disamping itu, ion iodida dapat bereaksi dengan oksigen di udara menurut  reaksi
2I-(aq) +O2(g) +4H+(aq) → I2(aq) + H2O(l)
Reaksi tersebut dapat mengubah konsentrasi  I2 yang terdapat di dalam larutan.  Sebelum digunakan untuk titrasi, larutan tiosulfat dibakukan dengan larutan standar dikromat. Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara pasti. Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa - volum larutan).  Larutan standar sekunder adalah  larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif rendah sehingga konsentrasi diketahui dari  hasil standardisasi (Underwood, 1998).
Pada proses pembakuan ini, di dalam labu titrasi ion dikromat direaksikan dengan iodida berlebih menurut reaksi
Cr2O72-aq) + 14H+(aq) + 6I-(aq) → 2Cr3+(aq) + 3I2(aq)  + 7H2O(l)
Kelebihan I2 kemudian dititrasi dengan larutan tiosulfat menurut reaksi (2) dengan  indikator kanji.

3.    Alat dan Bahan
Alat
Bahan
Labu takar 250 mL
Pipet volum 25 mL
Gelas kimia 500 mL
Labu titrasi 250 ml
Gelas ukur 10 mL
Larutan Na2S2O3 0,5 M
Padatan K2Cr207
Larutan Kl 10%
Larutan HCI 1:1
Larutan kanji 0,2%
Larutan H2SO4 2 M

4.    Prosedur Kerja
Bagian 1: Pembuatan larutan reagen
Berikut larutan-larutan reagen yang harus disiapkan.
a.    Larutan Na2S2O3 0,5 M sebanyak 250 mL
b.    Larutan KI 10% sebanyak 100 mL
c.    Larutan HCI 1:1 sebanyak 100 mL
d.   Larutan kanji 0,2% sebanyak 50 mL
e.    Larutan H2SO4 2 M sebanyak 25 mL

Bagian 2: Pembakuan larutan Na2S2O3
a.    Ukur larutan Na2S2O3 0,5 M sebanyak 40 mL, masukkan ke dalam gelas kimia 300 mL
b.    Encerkan larutan tersebut dengan aqua dm hingga 200 mL.
c.    lsi buret dengan larutan Na2S2O3.
d.   Timbang dengan tepat padatan K2Cr2O7 (0,5-0,6 gram), kemudian larutkan dalam labu  takar 100 mL.
b.    Pipet 25 mL larutan K2Cr2O7, masukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan tambahkan  10 mL larutan KI 10%, 10 mL HCI 1:1 dan sedikit aqua dm.
c.    Titrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai warna coklat I2, hampir hilang.
d.   Tambahkan 2 mL larutan amilum 0,2%.
e.    Titrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 sampai warna biru tepat hilang dan  terlihat warna hijau.
f.     Lakukan duplo.
g.    Hitung konsentrasi larutan Na2S2O3 dengan tepat.

Bagian 3: Penentuan kadar tembaga dalam sampel
a.    Timbang dengan tepat sampel tembaga yang telah disintesis sebelumnya (2,7 -3,0gram),  kemudian encerkan  ke dalam  labu takar 100 mL.
b.    Pipet 25 mL larutan tersebut ke dalam labu Erlenmeyer.
c.    Tambahkan 10 mL larutan Kl 10% dan 10 mL larutan H2SO4 2 M.
d.   Titrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai warna coklat I2 hampir hilang.
e.    Tambahkan 2 mL larutan amilum 0,2%.
f.     Lanjutkan titrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai terlihat endapan putih susu. Lakukan  duplo.
g.    Hitung kadar tembaga yang terdapat dalam sampel.




5.    Data Pengamatan
Bagian 1: Pembakuan larutan Na2S2O3.
Titrasi
Volume  K2Cr2O7 (mL)
V Na2S2O3(mL)
I
25
25,7
II
25
25,5
Rata-rata
25
25,6

Bagian 2: Penetuan kadar Cu dalam CuSO4.5H2O hasil sintesis
Titrasi
V CuSO4 (mL)
V Na2S2O3 (mL)
I
25
29,2
II
25
29,4
Rata-rata
25
29,3

6.    Perhitungan
Pembuatan larutan Na2S2O3 0,5 M sebanyak 100 mL
M= x
0,5 M =  x
           = 12,405 gram (yang ditimbang 12,4013 gram)

Pengenceran Na2S2O3 0,5 M untuk dibakukan.
M1 V1 = M2 V2
(0,5 M) (V1) = (0,1 M)(250mL)
                V1=  50 mL
(maka 50 mL Na2S2O3 0,5 M ditambahkan aquades sampai volume 250 mL)

Pembuatan KI 10% sebanyak 100 mL
10 gram KI dilarutkan dalam labu ukur 100 mL sampai tanda batas.

Pembuatan HCl 1:1 sebanyak 100 mL
50 mL HCl/p + 50 mL aquades

Pembuatan H2SO4 2 M sebanyak 150 mL
 ρ = 1,86 g/mL       % H2SO4 = 96%
M =
M =
M = 17,22 M
M1 V1 = M2 V2
(17,22 M) (V1) = (0,1 M) (150mL)
                     V1=  17,42 mL

Reaksi yang terjadi dan perhitungannya
v Cr2O72-aq) + 14H+(aq) + 6I-(aq) → 2Cr3+(aq) + 3I2(aq)  + 7H2O(l)
Massa K2Cr2O7  yang ditimbang = 0,5057 gram
Mr K2Cr2O7 = 294,2 gram/mol
Mol K2Cr2O7 =
                              =
                       = 1,7188 x 10-3 mol x 25/100 = 4,297 x 10-4 mol
Mol I2 = 3 x mol Cr2O72-
              = 3 x 4,297 x 10-4 mol
           = 1,2892 x 10-3 mol
Penentuan Konsentrasi Na2S2O3
v 2S2O32-(aq) +  I2(aq) → 2I-(aq) + S4O62-(aq)
Mol Na2S2O3 = 2 x mol I2
                      = 2 x 1,2892 x 10-3 mol
                      = 2,5783 x 10-3 mol
M Na2S2O3 =  
                   =
                   = 0,1007 mol
 


Penentuan Kadar Cu dalam sampel
v 2Cu2+(aq)  + 4I- (aq) →  2CuI (s) +  I2(aq)
Mol Na2S2O3 =  M Na2S2O3 x V rata-rata untuk titrasi CuSO4.5H2O
                      = 0,1007 M x 0,0293 L
                      = 2,9509 x 10-3 mol
Mol I2 =  x mol S2O32-
           =  x 2,9509 x 10-3 mol
           = 1,4755 x 10-3 mol

Mol Cu2+ = 2 x mol I2
                = 2 x 1,4755 x 10-3
                =  2,9509 x 10-3 mol x 100/25
                = 0,0118 mol
Massa Cu  = mol Cu x Mr Cu
                  =  0,0118 mol x 63,55 gram/ mol
                  =  0,7501 gram

Menghitung massa teoritis tembanga dalam 2,9995 gram CuSO4.5H2O
Massa Cu =  massa CuSO4.5H2O
            =  x 2,9995 gram
            = 0,7638 gram

Rendemen Cu =  x 100%
                        =  x 100%
                        =  98,2 %





7.    Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari teknik titrasi yang benar dan akurat dan melakukan titrasi iodometri untuk penentuan kadar tembaga. Sedangakan tujuan utama dalam percobaan ini yaitu, menentukan kadar tembaga dalam sampel tembaga sulfat hasil sintesis. Titrasi iodometri merupakan reaksi yang menyangkut reaksi:
I2 + 2e → 2I-
Proses titrasi iodometri dalam percobaan ini adalah titrasi tidak langsung, dimana KI digunaka sebagai reduktor untuk mereduksi analat, sehingga membetuk I2 bebas, I2 bebas kemudian dititrasi dengan oleh larutan baku Na2S2O3. Sedangkan titrasi langsung adalah titrasi dimana larutan baku I2 dipakai sebagai titrat atau titran untuk mengoksidasi analat (Harjadi, 1993: 125). Setelah pembuatan larutan baku Na2S2O3, kemudian dibuat larutan dikromat (K2Cr2O7) dan larutan sampel CuSO4.5H2O.
 









Gambar 7.1 Larutan Na2S2O3, larutan K2Cr2O7, dan larutan CuSO4.5H2O
 Berikut akan dibahas secara terperinci semua prosedur praktikum dan hasil yang didapatkan.
a.    Pembakuan Larutan Na2S2O3 dengan Larutan Baku KIO3
Pada percobaan ini langkah pertama yaitu membakukan larutan Na2S2O3, tujuan pembakuan dilakukan karena kestabilan larutan mudah dipengaruhi oleh pH rendah, sinar matahari, dan terutama adanya bakteri yang memanfaatkan S. Bakteri dapat menyebabkan S2O32- menjadi SO32-, SO42-, dan endapan S. Maka dari itu pembuatan larutan hendaknya dipakai air yang sudah mendidih untuk menghilangkan aktivitas bakteri tersebut (Harjadi, 1993: 214).
Larutan tiosulfat dibakukan dengan larutan standar dikromat. Pada proses pembakuan ini, di dalam labu titrasi ion dikromat direaksikan dengan iodida berlebih menurut reaksi
Cr2O72-aq) + 14H+(aq) + 6I-(aq) → 2Cr3+(aq) + 3I2(aq)  + 7H2O(l)
Kelebihan I2 kemudian dititrasi dengan larutan tiosulfat.  Natrium tiosulfat merupakan suatu zat pereduksi, dengan persamaan reaksi sebagai berikut  :
2S2O32-(aq) + I2(aq) → 2I-(aq) + S4O62-(aq) 
Fungsi penambahan asam sulfat dalam larutan  standar dikromat adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium dikromat dan kalium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. 
Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 1%.  dan terjadi perubahan pada larutan dari warna biru menjadi warna hijau. Warna hijau menandakan Cr3+ sudah benar-benar terbentuk. Amilum dengan I2 membentuk suatu kompleks berwarna biru tua yang sangat jelas walaupun I2 sedikit sekali. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi (bila iod sudah tinggal sedikit yang tampak dari warnanya yang kuning muda)  dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan sukar lepas kembali. Hal ini akan berakibat warna biru sulit hilang sehingga titik akhir titrasi tidak kelihatan tajam sekali. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menguap dan juga mudah bereaksi dengan senyawa-senyawa organik. Disamping itu, ion iodida dapat bereaksi dengan oksigen di udara menurut  reaksi.
2I-(aq) +O2(g) +4H+(aq) → I2(aq) + H2O(l)
Volume rata-rata Na2S2O3 yang digunakan untuk melakukan titrasi yaitu 25,6 ml. Dari hasil perhitungan diketahui besarnya konsentrasi natrium thiosulfat yang digunakan sebagai larutan baku standar sebesar 0,1007 M. yang perlu diperhatikan dalam penentuan konsentrasi natrium thiosulfat yaitu aliquot dan faktor pengenceran, agar perhitungan penentuan konsentrasi larutan ini tidak salah (untuk lebih jelas lihat perhitungan).



 










Gambar 7.2 Perubahan-perubahan warna pada titrasi pembakuan larutan Na2S2O3
Keterangan:
1.    Warna larutan K2Cr2O7 setelah penambahan asam dan KI
2.    Warna larutan ketika hampir mencapai titik akhir titrasi.
3.    Warna larutan ketika hampir mencapai titik akhir titrasi, ditambahkan amilum
4.    Warna larutan pada saat titik akhir titrasi

b.   Penentuan Kadar Cu2+ dengan Larutan Baku Na2S2O3
Setelah dibakukan dan didapatkan konsentrasi dari larutan Na2S2O3 maka larutan tersebut kemudian dapat digunakan untuk menentukan kadar tembaga didalam sampel. Sampel yang bersifat oksidator akan direduksi oleh KI (kalium iodida) secara berlebih dan akan menghasilkan I2  (Iodium) yang selanjutnya akan di titrasi oleh Na2S2O3 (natrium thiosulfat)  yang telah di ketahui konsentrasinya di atas. Pada penentuan kadar Cu dengan larutan baku Na2S2O3 akan terjadi beberapa perubahan warna larutan sebelum titik akhir titrasi.  Pada larutan sampel CuSO4.5H2O juga digunakan reagen asam yang telah dijelaskan fungsinya dipembahasan sebelumnya. Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat dan direkomendasikan jika thiosulfat harus digunakan untuk menetapkan tembaga.  Potensial standar pasangan Cu(II) – Cu(I) adalah +0,15 V dan karena itu iod merupakan pengoksidasi yang lebih baik dari pada ion Cu(II).  Tetapi bila ion iodida ditambahkan ke dalam larutan Cu(II) akan terbentuk endapan Cu(I).
2Cu2+ + 4I- 2CuI(s) + I2
Penentuan kadar Cu2+ dalam larutan dengan bantuan larutan natrium tiosulfat yang dilakukan melarutkan 2,9995 gram sampel CuSO4.5H2O hingga 100 mL dan mengambil 25 mL hasil pelarutan tersebut untuk ditambahkan dengan larutan KI 10% dan menitrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat hingga larutan yang semula berwarna coklat tua menjadi larutan yang berwarna kuning muda (menandakan I2 tinggal sedikit lagi, dan akan tercapai titik akhir titrasi.  Kemudian larutan tersebut ditambahkan dengan 2 mL larutan amilum 1 % menghasilkan larutan yang semula berwarna kuning muda menjadi biru tua, Penambahan indikator amilum 1% ini dimaksudkan agar memperjelas perubahan warna yang terjadi pada larutan tersebut. kemudian larutan tersebut dititrasi kembali dengan larutan natrium tiosulfat hingga warna biru pada larutan tepat hilang.  Untuk lebih memperjelas terjadinya reaksi tersebut, ke dalam larutan ditambahkan amilum.  Bertemunya I2 dengan amilum ini akan menyebabakan larutan berwarna biru kehitaman.  Selanjutnya titrasi dilanjutkan kembali hingga warna biru hilang dan menjadi putih keruh.
I2 + amilum I2-amilum
I2-amilum + 2S2O32-  2I- + amilum + S4O6-
 










Gambar 7.3 Perubahan-perubahan warna titrasi larutan sampel CuSO4

Keterangan:
1.    Warna larutan CuSO4 setelah penambahan asam dan KI
2.    Warna larutan ketika hampir mencapai titik akhir titrasi.
3.    Warna larutan ketika hampir mencapai titik akhir titrasi, ditambahkan amilum
4.    Warna larutan pada saat titik akhir titrasi
Dari hasil pengamatan dan perhitungan, didapatkan jumlah volume titrasi larutan natrium tiosulfat yang dibutuhkan untuk merubah larutan dari warna coklat tua menjadi kuning muda dan akhirnya menjadi putih susu yaitu 29,3 mL. Dari hasil perhitungan diperoleh massa tembaga pada larutan sampel sebesar 0,7501 gram dan persen rendemen adalah sebesar 98,2 %. Menurut Dinararum dan Sugiarso, (2013:1) menyatakan bahwa batas recovery atau rendemen yang baik adalah 95%-105%. Maka hasil ini menunjukkan hasil yang baik.
Selanjutnya untuk membuktikan pengaruh penggunaan Na2CO3 maka dalam kelompok praktikum yang semua anggotanya berjumlah 6 orang dan setiap anggota kelompok melakukan pekerjaan dan prosedur yang sama, maka ingin dibuktikan dengan cara sebagian dari anggota kelompok (2 praktikan) tidak menggunakan tambahan bahan Na2CO3 pada pembuatan larutan standart Na2S2O3. Namun dari hasil yang didapatkan 1 orang pratikan mendapat persen rendemen diatas 100% dan 1 pratikan lainnya mendapat persen rendenmen dibawah 100%. Karena dari hasil tersebut tidak dapat diambil kesimpulan mengenai efektifitas penggunaan Na2CO3. Namun dari 4 pratikan lainnya yang masih dalam 1 kelompok, mendapatkan hasil yang bagus untuk kadar tembaga dan persen rendemen yaitu berada pada rentang 95%-100% sehingga dapat dijelaskan bahwa penggunaan Na2CO3 sangat diperlukan dalam pembuatan larutan baku Na2S2O3, yang fungsinya dijelaskan pada subbab berikut.
c.    Gangguan atau sumber kesalahan titrasi.
Dalam proses titrasi iodometri ini terdapat beberapa sumber kesalahan titrasi yaitu.
a.    Kesalahan oksigen. Oksigen diudara menyebabkan hasil titrasi terlalu tinggi karena dapat mengoksidasi  ion iodida menjadi I2 juga sebagai berikut,
2I-(aq) +O2(g) +4H+(aq) → I2(aq) + H2O(l)
Bila perlu reaksi dengan oksigen dapat dicegah dengan menambahkan Na2CO3 kedalam larutan titran, CO2 yang terjadi akan mengusir oksigen dari wadah (karena CO2 lebih berat) dan mencegah kontak O2 dengan larutan, hal ini tujuan penambahan Na2CO3 pada percobaan ini.
b.    Pada pH tinggi muncul bahaya lain yaitu, bereaksinya I2 yang terbentuk denan air.
c.    Diatas sudah disebutkan bahaya kesalahan karena pemberian amilum terlalu awal.
(Harjadi, 1993: 215).
d.   Perbandingan Titrasi Iodometri dan Titrasi lainnya.
Dalam percobaan ini digunakan titrasi iodometri, maka untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari metode ini, maka dapat dilihat perbandingan metode titrasi ini dengan titrasi lainnya. Maka pada pembanding dari titrasi iodomertri ini adalah titrasi kompleksometri.
Iodimetri adalah oksidasi kuantitatif dari senyawa pereduksi dengan menggunakan iodium. Iodimetri metode residual (titrasi balik), bahan pereduksi dioksidasi dengan larutan baku iodium dalam jumlah berlebih, dan kelebihan iod akan dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. Iodometri adalah bahan pengoksidasi yang mengoksidasi Kalium iodida (KI) dalam suasana asam, sehingga Iod yang dibebaskan kemudian ditentukan dengan menggunakan larutan baku Natrium tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar Tembaga (II) sulfat (Harjadi,1993. 212)
Sedangkan titrasi kompleksometri adalah Titrasi kompleksometri ialah suatu titrasi berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks antara ion logam dengan zat pembentuk kompleks (Underwood, 1998). Menurut Khopkar (2000), titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks.
Kelebihan titrasi iodometri yaitu perhitungan yang tidak terlalu rumit. Kekurangan titrasi iodometri (a) Oksidasi oleh oksigen atmosfer pada reaksi oksidasi KI dalam medium asam kuat, dapat menghasilkan nilai titer yang salah sehingga menyebabkan kesalahan estimasi/perkiraan. (b) Diperlukan standarisasi titran yang tidak efesien secara waktu (c) Tidak semua ion logam dapat analisa dengan metode ini. Sedangkan kelebihan titrasi kompleksometri hampir semua ion logam telah dilaporkan dapat dianalisa berdasarkan titrasi kompleksometri ini. Kekurangan titrasi kompleksometri perhitungan kadar logam dari sampel yang terlalu rumit

8.    Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa:
a.    Titrasi dapat dilakukan dengan akurat dan benar apabila memperhatikan pemakaian indikator warna untuk titrasi dan warna yang dilihat pada saat tercapai titik akhir titrasi.
b.    Titrasi iodometri dilakukan untuk menentukan kadar tembaga dengan prinsip reaksi oksidasi reduksi dimana sampel yang bersifat oksidator yang direduksi dahulu dengan KI, lalu I2 yang dibebaskan ditentukan jumlahnya dengan cara titrasi menggunakan larutan baku Na2S2O3 0,1 M dalam suasana asam, dengan menggunakan indikator larutan kanji dimana titik akhir titrasi titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru keruh menjadi putih susu.
c.    Kadar tembaga dalam sampel yang didapatkan dari hasil percobaan yaitu sebesar  yaitu sebesar 0,7501 gram dan rendemen sebesar 98,2%..

9.    Daftar Pustaka
Dinararum, R. R dan Sugiarso R. D. 2013. Studi Gangguan Krom (III) pada Analisa Besi dengan Pengompleks 1,10-fenantrolin pada pH 4,5 secara Spektrofotometri UV-Tampak. Jurnal Sains Dan Seni Pomits: 1(1), 1-6

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Hal. 122-123, 212-215.

Khopkar, S. M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.


Underwood, A.L.  dkk. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta: Erlanggga


Komentar

Postingan Populer